Ada
tiga hal yang dicari orang di dunia ini, yaitu kekayaan, kehormatan dan
kekuasaan. Ketiga hal tersebut saling terkait. Karena kaya orang bisa memiliki
kekuasaan, karena berkuasa orang dihormati, karena dihormati orang bisa
berkuasa dan sekaligus kaya. Ketiga hal itu paling dicari orang, karena ketiga
hal itu diyakini akan menjamin dan menjadi sumber kebahagiaan. Karena ketiga
hal itulah yang umumnya palin dicari orang, maka ketiga hal itu mempunyai daya
pikat yang luar biasa. Karena itu pulalah, banyak orang menghalalkan segala
cara untuk meraih ketiga hal diatas. Dan salah satu cara yang paling popular
dan tampaknya sudah menjadi budaya di Indonesia sekarang ini adalah korupsi.
Itu sebabnya, dari ketiga hal itu tampaknya kekuasaan adalah yang paling dicari
orang, sebab dengan kekuasaan itu orang bisa berbuat apa saja untuk memenuhi
keinginannya. Power tends to corrupt,
kekuasaan memiliki kecendrungan untuk melakukan korupsi, kata para ahli. Karena
dengan kekuasaannya itu orang bisa berbuat apa saja untuk memperkaya dirinya
sendiri, kepentingan para kroninya dan kepentingan keluarganya, maka orang rela
mengeluarkan biaya untuk meraihnya. Kekuasaan itu memabukan. Makanya lalu ada
istilah Post Power Syndrome, yaitu
suatu penyakit kejiwaan yang dialami oleh orang-orang yang pernah berkuasa.
Meskipun sudah pensiun, tidak lagi berkuasa atau turun tahta, gayanya masih
seperti pejabat.
Mendapatkan
kekuasaan untuk menjadi pemimpin harus
dipahami sebuah amanah, karena itu pemimpin berarti menjadi pelayan untuk
keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Sebab itu, pemimpin yang benar
adalah pemimpin yang memihak dan melindungi rakyat. Meskipun kesempatan untuk
untuk berbuat korup terbuka lebar ketika menjadi pemimpin, namun tidak ada niat
untuk berbuat korupsi, maka pemimpin seperti itu akan menjadi berkat bagi
rakyat.
Korupsi
itu muncul dari dua hal : niat dan kesempatan. Disinilah pentingnya peranan
hati! Niat itu dating dari hati. Niat yang bersih dating dari hati yang bersih,
sedangkan niat yang jahat datang dari hati
yang kotor. Jadi kalau dari sononya sudah kotor, orang tidak hanya menunggu kesempatan, malahan kesempatan itu
dibuat-buat dan dicari-cari.
Hendaknya
kita pahami bahwa hidup ini bukan melulu soal perut, bukan melulu soal kekayaan
dan materi. Sebab ketika hidup manusia ditentukan oleh apa yang ia makan dan
pakai, maka sebenarnya manusia telah diperbudak oleh hartanya. Ketika manusia
diperbudak oleh harta, oleh persoalan perut semata, maka sebenarnya tindakan
itu telah menghina Tuhan sendiri, sebab perutnya telah menjadi tuhannya.
Manusia harus dibebaskan dari cara pandang yang melihat bahwa harta adalah
segala-galanya, maka hidup manusia lalu
hanya dimotori oleh keinginan untuk mengumpulkan harta dan orang akan
menghalalkan segala cara demi harta. Disini manusia sampai pada titik terendah
dari harkat dan martabatnya, karena ia sudah menjadi budak hawa nafsunya dan
budak dosa!
Mendengarkan
dan menjalankan ajaran agama yang diimani adalah penting untuk kehidupan.
Dengan hidup dari perintah Tuhan atau ajaran agama yang diimani maka hati akan
disucikan dari kerakusan dan keserakahan, dan mampu melihat dengan jernih, bahwa ada begitu banyak
persoalan bukan hanya soal perut dalam kehidupan ini yang mesti diselesaikan
dan dikerjakan, seperti persoalan HAM, lingkungan hidup, ketidakadilan
structural, dan lain-lain. Hidup dari perintah Tuhan akan menumbuhkan
solidaritas dan berbela rasa dengan penderitaan orang lain, dengan demikian
akan menjadikan hidup ini bermakna bagi orang lain. Hidup ini baru bermakna
ketika kita bisa membahagiakan sesame manusia dan hal ini tidak berarti
seseorang harus kaya terlebih dahulu malahan sebaliknya, hidup itu baru
bermakna ketika kita mampu membahagiakan
sesame dari kekurangan dan keterbatasan kita. Itulah solidaritas dan berbela
rasa.
Pepatah Cina mengatakan “ikan itu membusuk dari kepalanya”. Artinya,
pemimpin yang korup akan melahirkan masyarakat yang kurup, direktur, kepala
kantor, kepala bagian, atau atasan yang korup akan melahirkan karyawan yang
korup. Barangkali itulah sebabnya, mengapa Indonesia dikenal sebagai salah satu
Negara terkorup di dunia, sebuah gelar yang sesungguhnya sangat memalukan
ketika orang Indonesia mengklaim diri sebagai orang yang paling beragama.
Tetapi bukankah korupsi itu sendiri sudah bertentangan dengan nilai-nilai
keagamaan? Kalau korupsi yang merupakan musuh agama itu seakan-akan sudah
menjadi budaya di Indonesia, maka pastilah ada yang salah dalam kita memahami
agama dan beragama.
Setiap orang tentunya menginginkan hidup yang bahagia selama hidup
di dunia ini. Yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah seperti apa hidup yang
bahagia? Hidup yang bahagia adalah hidup yang tidak terganggu oleh hati nurani
karena berbuat sesuatu yang tidak benar dan tidak adil. Sekalipun itu tidak
mendatangkan kekayaan secara kuantitatif, akan tetapi kenyamanan kualitatif jauh
lebih berharga. Gangguan bisa saja dating dari dalam diri karena ada perasaan
tak nyaman yang menganggu, sehingga memberatkan pikiran. Dampaknya bisa menjadi pemarah, sakit tanpa
sebab yang jelas, dan sebagainya. Gangguan bisa juga dating dari luar diri
karena ulah istri, suami atau anak.
Rasa nyaman inilah yang membuat hidup ini bahagia, bukannya banyak
penghasilannya atau banyak hartanya. Rasa nyaman inilah yang akan membuat
seseorang menjadi berkat bagi orang lain, bukannya banyak hartanya. Karena rasa
nyaman itu yang akan membuat seseorang berpeluang untuk melihat hal-hal yang
tidak tampak secara fisik, karena dia tidak terganggu oleh hati nurani dan
hartanya. Orang seperti itulah yang menikmati hidup ini, bukannya yang melimpah
hartanya. Apalah artinya harta yang melimpah kalau tidak memiliki kenyamanan
dalam dirinya. Itulah orang yang berbahagia.
Harus dipahami bahwa bukan berarti kita tidak boleh kaya dan
memiliki harta tetapi yang penting adalah
sikap kita terhadap kekayaan, dan bagaimana kekayaan digunakan dalam
hidup ini. Kebanyakan yang kita jumpai adalah orang kaya yang memiliki harta
tidak menggunakan kekayaannya untuk melakukan kasih yang aktif dalam menolong
mereka yang membutuhkannya. Orang kaya sering menjadikan harta kekayaan
segala-galanya, menjadikannya tujuan akhir kehidupannya. Harta kekayaan bukan
lagi sarana untuk hidup tetapi telah dijadikan “tuhan” tempat ia menggantungkan
kehidupan dan makna hidupnya.
Dengan demikian, kekayaan dan harta adalah baik adanya asalkan kita
memiliki sikap dan penggunaanya yang
baik dalam hidup ini. Setiap orang
hendaknya sadar akan ketamakan terhadap harta dan kekayaan. Betapa indahnya
bila setiap orang menolak ketamakan dalam dirinya. Bila secara pribadi kita
membiarkan ketamakan menguasai hidup maka kita akan menjadi pribadi yang bodoh.
Bila secara nasional bangsa kita membiarkan ketamakan pejabat public, ketamakan
elit politik, ketamakan pengusaha dan ketamakan rakyat yang menjelma dalam
wujud korupsi tetap berlangsung, maka bangsa kita akan menjadi bangsa yang
bodoh dan sesat pikir. Lalu, muncul masalah baru yakni kebodohan nasional dan
sesat pikir nasional.
Secara praktis konkret korupsi sebagai ancaman terbesar yang
dihadapi Negara kita. Korupsi menggerogoti substansi kebangsaan kita :
substansi moral, substansi social, kompetensi-kompetensi yang kita miliki.
Korupsi membuat dari atas sampai ke bawah menjadi orang yang tidak jujur. Orang
yang tidak jujur tidak lagi tahu apa itu keadilan. Ia tidak tahu apa arti
tanggungjawab. Dan ia tidak lagi meminati mutu outputnya. Karena itu
kompetensi-kompetensi yang barangkali dimiliki menjadi tidak efektif karena
bukan kualitas outputnya, melainkan keuntungan pribadi yang menjadi
motivasinya. Kalau kita tidak berhasil memberantas korupsi, bangsa kita akan gagal.
Kita tidak mungkin berharap banyak bahwa pemerintah mempu
memberantas korupsi. Maka untuk menumbuhkan sikap jujur, takut, malu dan
berdosa, hendaklah kita mulai dari sendiri, keluarga dan lingkungan terkecil
dalam masyarakat. Kita perlu belajar jujur dalam hal-hal kecil. Kita berani
menolak segala kejahatan yang menggoda baik bagi diri sendiri maupun anggota
keluarga kita. Hanya dengan demikian kita dapat mulai mendidik anak bangsa ini
untuk bermoral dan belajar untuk tidak korup. Pemberantasan korupsi harus kita
mulai dari diri sendiri dan keluarga. Ingatlah wahai saudara dan
sahabat-sahabatku tanpa peranan dan campur tanganmu bangsa ini akan tetap
terkungkung, jauh dari kesejahteraan dan kebahagiaan. Semoga ada gerakan
nasional yang lebih serius untu memerangi korupsi di negeri tercinta ini. Sebab
korupsi menjadi salah sati sebab keterpurukan bangsa ini.
No comments:
Post a Comment
Maf bila postingnya belum lengkap