Belajar dapat
berlangsung secara informal, nonformal dan formal. Setiap kegiatan belajar
mempengaruhi pikiran seseorang. Hasil belajar ada yang berdampak baik bagi
lingkungan dan tetapi ada juga yang berdampak kurang baik. Kedua-duanya dapat
mempengaruhi pikiran mereka yang mendapat informasi dari lingkungan. Keputusan
yang mereka ambil tergantung dari nilai-nilai moral yang mereka miliki.
Berbagai masalah social yang banyak terjadi dewasa ini, yang memberikan citra
sangat negative pada bangsa adalah masalah pembunuhan, pemerkosaan, perampokan,
pengrusakan milik orang lain, pencurian, korupsi, kekerasan, narkoba,
pornografi, prostitusi, pelanggaran terhadap peraturan-peraturan, tawuran
pelajar/mahasiswa, pelecehan, penipuan, intoleransi dan sebagainya.
Realitas
saat ini menunjukan dari anak kecil sampai orang dewasa dapat mengamati lewat
layar televisi tentang pembakaran, pengrusakan milik orang lain dan penggunaan
kekerasan. Yang sudah dapat membaca dapat menyimak lewat media massa
peristiwa-peristiwa yang menggenaskan. Semua itu mempengaruhi pikiran pemirsa
yang sedikit banyak berakibat pada tingkah lakunya. Anak-anak yang memirsanya
dan menyimpannya dalam memorinya membawa pengalaman itu ke sekolah dengan
segala dampaknya.
Peran
keluarga penting dalam mengantisipasi dan memfilter stimulus tindak kekerasan.
Baik yang bersumber dari tayangan televisi, dorongan lingkungan maupun trend
yang sedang digandrungi oleh para pelaku kriminal. Kebocoran dan ketidakmampuan
filter ini melakukan perannya maka dampak yang dihasilkan adalah pembiaran
pelaku tindak kekerasan yang menganggap
semua sudah biasa. Salah satu factor penyebab kaum muda melakukan tindak
kekerasan adalah pendidikan yang kurang mengarahkan kaum muda untuk memiliki
moralitas, etika dan kemampuan intelektual yang baik sehingga tak mampu menahan
gesekan-gesekan dan cenderung melakukan tindakan anarkis disbanding pendekatan
lain. Dampak dari media massa dan penayangan televisi tentang informasi dan
kejadian tindak kekerasan sangat mudah diakses anak-anak. Tragisnya anak-anak
menonton tayangan ini tanpa pendampingan orang tua karena kesibukan orang
tuanya bekerja. Baik orang tua yang di desa yang bekerja sebagai petani atau
buruh, sibuk seharian mencari rejeki. Maupun orang tuadi perkotaan yang juga
sibuk seharian bekerja di kantor.
Anak-anak
lebih banyak menghabiskan waktu bersama pembantu rumah tangga yang tidak
mengerti menyaring informasi tersebut bagi anak-anak, atau anak menghabiskan
waktu bersama teman yang asyik menonton. Penanaman informasi yang terus
berlangsung ini tertanam pada diri anak makin lama akan makin kuat. Disaat anak
merasa sering melihat tindak kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa mereka
akan menerima dengan kesederhanaan pemikiran mereka bahwa ini boleh dilakukan.
Untuk
menjadi manusia, anak perlu dididik dan mendidik diri. Sejak kelahirannya
manusia memang adalah manusia, tetapi tidak secara otomatis menjadi manusia
dalam arti dapat terpenuhi berbagai aspek hakikat manusia. Pendidikan adalah
kunci utama untuk memanusiakan manusia. Untuk memperbaiki citra pendidikan
Indonesia kita harus memahami betapa pentingnya di keluarga (pendidikan
informal). Keberhasilan pendidikan di keluarga akan sangat mempengaruhi proses
pendidikan di sekolah (pendidikan formal).
Wadah
yang pertama dan terutama dalam pembinaan anak adalah keluarga. Didalam
keluargadasar-dasar kepribadian, iman, moralitas dan etika mulai ditanamkan
sejak dini. Dewasa ini tuntutan aktivitas social dan ekonomi para orang
tua semakin meningkat, sehingga banyak
keluarga mengalami kurang cukup waktu untuk bergaul dengan dan memperhatikan
perkembangan anak-anaknya. Begitu pula ajaran agama dalam keluarga sulit
dilakukan bersama antara orang tua dengan anak-anaknya karena berbagai kegiatan
diluar rumah, baik orang tua maupun anak-anaknya.hendaknya dipahami sedini
mungkin dan harus menjadi agenda kesadaran nasional bahwa keluarga merupakan
lembaga social yang paling primer dan paling menentukan karakter diri anak. Orang tua umumnya, ibu
atau bapak khususnya, serta kakak-adik dan atau sanak keluarga amat menentukan
karakter dasar seseorang.
Jika
dipelajari dalam Alkitab, maka menurut orang Yahudi dalam Perjanjian Lama,
ajaran Tuhan Yesus dan rasul-rasul dalam Perjanjian Baru, keluarga adalah
tempat pertama dan terutama untuk memimpin generasi muda. Dalam kitab Mazmur
127:3 tertulis “Sesungguhnya, anak-anak lelaki/perempuan adalah milik pusaka
dari pada Tuhan dan buah kandungan adalah suatu upah”. Dari kutipan ayat
tersebut jelas bahwa anak adalah suatu karunia dari Tuhan, maka seharusnya milik pusaka/karunia itu harus memperoleh
perlakuan yang special dari para orang tua, bukan sebaliknya. Tuhan Yesus juga
menegaskan bahwa “Barang siapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang
percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada
lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut”(Lukas 9:42). Peringatan keras ini
dimaksudkan bahwa anak-anak patut mendapat perlindungan dan pembinaan serta
kehidupan yang berkualitas.
Salah
satu sisi perlindungan terhadap anak adalah mendidik atau mengajar serta
memperhatikan perkembangan mental, intelektual dan spiritual anak, selain dari
pada perkembangan anak secara fisik. Anak-anak patut mendapatkan pendidikan
formal dan informal sejak dini. Raja Salomo yang bijak dalam tulisannya
memaparkan “didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada
masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu” (Amsal 22:6). Tugas utama orang tua adalah
melindungi, member nafkah hidup, mendidik dan menyayangi anak-anak dengan penuh
kasih dan ketulusan.
Begitu
pentingya pendidikan keluarga, maka sudah semestinya apabila pemerintah bersama
seluruh elemen bangsa ini untuk mengadakan gerakan nasional dalam membangkitkan
kesadaran pentingnya pendidikan keluarga sebagai restorasi menata dan
memperbaiki karakter anak bangsa.
Pihak
sekolah selaku penyelenggara pendidikan formal perlu memberikan pemahaman
kepada orang tua siswa bahwa sekolah memiliki keterbatasan baik waktu, tenaga maupun
dana untuk melakukan pembinaan terhadap anak-anak mereka. Oleh sebab itu, minta
mereka untuk ikut bertanggung jawab atas pendidikan anaknya di rumah. Orang tua
harus mampu menyadari bahwa sebagian besar waktu anak dihabiskan di rumah.
Menata
bangsa ini untuk bermartabat adalah tugas kita bersama dan juga tugas serta
tanggung jawab para orang tua. Karena itu harus memerlukan pengorbanan, orang
tua harus mampu berkorban untuk mengusahakan diri berada di rumah saat anak
pulang sekolah karena waktu yang berbahaya
adalah antara pukul 4 sampai 6 sore, dimana tidak ada orang yang
mengawasi. Untuk itu agar diatur waktu kerja sehingga anak ada yang mengawasi.
No comments:
Post a Comment
Maf bila postingnya belum lengkap